Cerita Biopsy-ku [my cancer journey]

Standard

JANGAN MALAS KE DOKTER

JANGAN MALAS MINUM OBAT

Suatu hari di bulan Februari 2021, bersama Paegy, sobat putih biruku yang punya hobby sama denganku, yaitu baking dan juga gardening. Aku sih baru belakangan ini aja suka gardening. Kami ke rumah Nova, teman yang juga hobby gardening. Nova malah jauh lebih rajin dengan menanam aneka sayuran di rumahnya yang halamannya full buat bercocok-tanam, plus bagian belakang rumahnya juga. Dari rumah Nova, Paegy mengajakku ke tempat beberapa teman lainnya yang memang masih satu area gitu… Termasuk menjenguk seeorang teman yang terkena cancer. Dari sanalah tercetus saran, ‘kalau ada benjolan kudu langsung diperiksakan sejak dini’, dan aku pun menyahut, ‘gw ada nie benjolan, sudah tahunan’, dan mereka kompak menyebut, ‘periksa Fem, ke dokter’. Saat itu aku mengiyakan saja.

Dari situ aku memikirkan kembali soal si benjolan, soal temanku yang terkena cancer itu, sepertinya sudah ada 4 orang teman putih biruku yang terkena cancer. Duh banyak juga ya, dan di usia kami yang sudah setengah abad lebih ini, kami memang lebih rentan terkena cancer, terlebih bila pola makan tidak dijaga.

Percakapan soal benjolan tersebutlah yang setelah kupikirkan ulang, mengantarku ke ruang praktek dokter bedah, masuk ke RS dan berbicara dengan pasien-pasien cancer yang sedang treatment maupun baru mau di-biopsy, bahkan mengenal seorang bu Nunuk, stadium 4 breast cancer, yang tidak sampai 1 bulan sejak kukenal akhirnya dipanggil pulang Allah Sang Pemberi Kehidupan.

Jadilah sejak bulan Maret lalu, aku bolak-balik ke RS. Aku memeriksakan benjolan di tubuhku tersebut, yang belakangan menonjol gitu. Seingatku benjolan tersebut sudah ada sekitar 2-3 tahun sebelumnya, namun ya segitu-segitu saja ukurannya, dan baru-baru saja dia membesar. Aku tuh orangnya paling malasss banget ke dokter, malasss ngantri, dikasih obat pun malasss minumnya, duh parah deh yah, dan saat ini aku harus terima konsekwensi kemalasanku itu… Seperti tiroidku yang gak sembuh-sembuh, aku tuh minum obat on-off gitu, duh jangan ditiru yak… ya alhasil tiroid betah ngendon di tubuhku ini.

Lesson Learned buatku : jangan malas ke dokter, bila malas, ya tanggung sendiri akibatnya…

Kenapa gambarnya cookies ini? xixixi karena aku gak pepotoan, ini pas pagi2 lagi antri ambil nomor, ya antriannya sampai di luar. Makanya aku malas ke RS pagi2, lebih suka jam-jam 11 gitu, karena sudah tidak begitu antri ambil nomornya, tapi antrian dokter ya tetap banyak, tapi khan bisa sambil duduk atau berselancar di medsos, tidak berdiri, capekkk wkwkwk

BPJS

Sebelumnya ngecheck BPJS-ku dulu sih. Aku memang ga punya asuransi kesehatan lainnya atau cover kesehatan dari kantor, ya aku bukan karyawan tetap di suatu kantor, misua pun tidak bekerja. Aneh, dalam beberapa kesempatan saat mau bayar BPJS di Alfamart, kasir Alfamart selalu bilang, sudah lunas, bu… Lho siapa yang berbaik hati bayarin ya? Ada kali ya 2-3x ke Alfamart dan dijawab seperti itu. Kupikir pasti pihak Alfamart salah lihat atau apa, jadi suatu hari aku harus check langsung di kantor BPJS. Tapi karena belum ada rencana berobat lagi, terakhir Februari tahun lalu aku memeriksakan tiroidku jadi aku belum2 ke kantor BPJS.

Jadi saat mau berobat ke RS aku ke kantor BPJS dulu untuk menanyakan status BPJS-ku, dan ternyata, menurut petugas di loket, oleh Pemda, BPJS-ku dialihkan dari berbayar menjadi free, alias kelas 3. Memang sih aku pernah menunggak pembayaran BPJS selama berbulan-bulan, aku ambil yang kelas 2. Mungkin karena menunggak berbulan-bulan gitu jadi dianggap dalam kesulitan untuk membayar kali yaa sehingga akhirnya dialihkan ke free. Duh jadi enak ga usah bayar BPJS.

Eh, sebenarnya aku mampu sih untuk membayar 42rb per bulan, waktu itu kalau tidak salah 42rb per bulannya. Lalu naik menjadi 75rb CMIIW cuma aku membayarnya melalui ATM BNI, saat ATM BNI-ku ga aktif karena expired aku tuh malas mengurusnya, saldonya juga udah habis wkwkwk jadilah menunggak membayar si BPJS. Memang rencana mau ditutup saja itu ATM, kebanyakan ATM LOL…

Oh sebenarnya via ATM Mandiri juga bisa tapi banyak errornya sehingga aku lebih suka via BNI. ATM Mandiriku juga gak aktif saat ini, diblokir karena mereka menerapkan kartu baru, sistem baru kali ya, entahlah. Itu pun aku belum mengurusnya.

Tuh khan kelihatan betapa pemalasnya aku #tepokjidat

PROSEDUR PEMERIKSAAN

Pertama sih meminta rujukan dulu ke dokter di puskesmas sebagai faskes tingkat 1, yang merujuk ke RS Pelabuhan sebagai faskes tingkat 2. Aku dirujuk ke dokter bedah umum di RS Pelabuhan tersebut. Dari situ dokter bedah umum memberi rujukan agar aku berobat ke RS Koja sebagai faskes tingkat 3 di wilayah tinggalku, karena peralatan di RS Koja jauh lebih lengkap.

Selanjutnya aku berobat ke RS Koja dan di bagian pendaftaran langsung diarahkan ke dokter bedah oncology. Sekali pertemuan, dokter bisa langsung mendiagnosa, ibu kena tumor ganas, mungkin melihat dari karakteristik si benjolan kali ya.. Beliau khan telah menangani ratusan pasien tumor ganas maupun jinak.

Saat itu aku belum begitu paham, apa sih bedanya tumor ganas dan jinak? Ternyata oh ternyata, tumos ganas itu ya nama lainnya cancer. Sementara tumor jinak hanya pertumbuhan sel-sel tumor yang tidak merambat ke mana-mana.

Untuk mengetahui apakah tumor tersebut ganas atau jinak, aku harus di-USG di bagian yang ada benjolan dan juga perut. Juga dirontgen bagian yang ada benjolannya. Jadi dokter bedah memberi surat pengantar untuk kedua pemeriksaan tersebut.

Di pertemuan ke-3 dokter memintaku untuk melakukan biopsy, yaitu operasi kecil dan mengambil sebagian kecil jaringan benjolan tersebut untuk kemudian diperiksa di laboratorium patologi, untuk mengetahui ganas tidaknya tumor, bila ganas, sudah sampai tahap apa atau biasa disebut stadium.

Biopsy dijadwalkan hari Rabu, tanggal 7 April 2021, sebelumnya aku harus ke dokter jantung dan spesialis paru dulu untuk memeriksakan jantung dan paru aku. Kembali dokter bedahku memberi surat pengantar untuk pemeriksaan jantung dan paru. Jadi jantungku diperiksa dengan melakukan EKG, sementara paru hanya ditanya2 saja oleh dokter tanpa ada tindakan apa-apa.

Sore tanggal 6 April aku nyantai aja donk ke RS, sudah siapkan baju dll. Aku ke bagian admisi, gak tunggu lama aku disuruh bawa berkas admisi ke lantai 15 gedung D. Sampai sana ternyata aku harus langsung masuk kamar, welehh padahal aku masih harus antar barang. Kupikir bisa nanti malam masuknya hehehe jadilah aku minta ke perawat agar diijinkan keluar dulu. Ternyata susah yak, sampai harus membuat pernyataan bila terjadi apa-apa maka aku harus bertanggung jawab sendiri. Juga disebutkan jam berapa aku akan kembali. Akhirnya aku paham, karena di dokumen admisi aku sudah masuk rawat inap RS dan menjadi tanggung-jawab RS bila kenapa-napa, jadilah harus membuat surat pernyataan tersebut. Untunglah tidak ada masalah apa-apa, kalau kenapa2 ya harus kutanggung sendiri resikonya.

Lesson learned buatku:

  • Besok2 bila mau masuk RS/rawat inap, harus selesaikan dulu semua urusan. Atau kalau sudah ke bagian admisi, tapi belum mau masuk ke kamar, ya keluar dulu, setelah benar-benar siap baru masuk ke kamar. Maklum aku baru kali ini lagi masuk RS sendiri, dulu entah tahun berapa pernah masuk Carolus, udah lupa hehe
  • Sebagai peserta BPJS, mesti sabar yak dalam berobat. Ya meminta rujukan ke puskes, ke dokter spesialis, mengantri, dll. Kuperhatikan, pasien bedah itu ternyata yang paling banyak di lantai 2 gedung D RS Koja, dibanding pasien lainnya. Biasanya jam 1 siang di klinik lainnya sudah sepi pasien, eh di klinik bedah masih banyak saja yang mengantri. Berarti kasus2 tumor ini yang paling banyak, di RS Koja setidaknya.

Leave a comment