‘Opa’ku Penular Virusku

Standard

Yuhuuu blogku ini hidup segan mati pun tak mau kayaknya ya hahaha setelah berbulan-bulan baru nulis lagi, walaupun tidak ada yang baca sepertinya, tapi tak apalah, aku menulis blog dari awal memang tujuannya buat file pribadiku Sering banget aku membaca kembali apa yang kutuliskan. Maklum kemampuanku mengingat itu sangat sangat payah wkwkwk

Pandemi covid sudah berjalan sekitar 8 bulan, dan orang yang mencari oven listrik masih saja banyak, terutama emak-emak millenial alias career moms yang jarang turun ke dapur. Dan salah satu oven listrik yang masih bertahan di daftar pencarian teratas karena ukurannya yang besar, adalah oven Galaxy Signora.

Sejak awal pandemi covid, benar-benar sulit untuk memesan oven Galaxy ini, sekarang pun yang mendapat yang sudah PO dari bulan lalu. Jadilah masih tugasku untuk delivery sendiri itu oven-oven ke pemesan, baik di Jakarta maupun ke ekspedisi untuk dikirimkan ke luar kota atau luar pulau.

Sudah beberapa kali aku kirim-kirim oven, mixer, dll, ke Pontianak tapi baru ini mencoba ekspedisi yang terletak di Tanjung Priok, tepatnya di Jl. RE Martadinata, Volker, satu jalan dengan kantor lamaku. Lumayan cepat menggunakan ekspedisi tersebut, sekitar 1 minggu sudah sampai di penerima.

Saat ke ekspedisi tersebut, aku jadi inget masa-masa aku kerja di area tersebut, tepatnya pabrik kapal di ujung jalan Volker II, bagaimana dulu aku bersepeda dari rumah ke kantor, juga teringat kak Ben yang relate aku ke sana.

Ingat kak Ben, aku juga jadi teringat rumah Cempaka Putih Tengah III, tempat penggojlokan kak Ben plus om Jansen (alm.), brothernya, tapi aku lebih suka memanggilnya kak Ben, padahal harusnya panggil opa wkwkwk

Kak Ben adalah adik bungsu oma Mien, oma Mien adalah istri opa W. de Fretes yang satu kampung dengan papaku di Ambon sana. Kami terhubung di sana, aku pernah tinggal selama beberapa saat (lupa berapa lamanya) di bawah asuhan oma dan opa dan juga tante Nona, putri bungsu mereka. Kenyang deh aku dengan didikan mereka yang keras wkwkwk

Oh iya karena si oma, kakak tertua kak Ben memang sudah berumur (walau gak tua-tua amat sih waktu itu) jadi ya aku memang harus memanggilnya oma, si opa juga ya aku panggil opa, karena papaku manggil si opa ‘om’. Btw kalau diingat-ingat lucu juga sih, kakak tertua kak Ben khan aku panggil oma, kakaknya yang tengah (Jansen) aku panggil om, dan kak Ben yang paling kecil aku panggil kakak, karena sepertinya ga tua-tua amat untuk kupanggil om wkwkwk

Kak Ben inilah yang mengajakku ikut retreat mahasiswa FH UKI di akhir tahun 1990, beliau memang mahasiswa Fakultas Hukum UKI, aku ingat banyak orang Batak-nya di sana, mayoritas orang Batak memang dihukum yak wkwkwk

Ikut retreat tersebut merupakan pengalaman yang sangat berkesan buatku, waktu itu aku di SMA kalau tidak salah, lupa kelas berapa, jadi anak SMA nyempil sendiri di antara mahasiswa2 xixixi sayang aku tidak punya foto saat mengikuti retreat tersebut…

Saat itu kak Ben dkk adalah panitia retreat, pastinya tugas mereka untuk memikirkan dana demi terselenggaranya retret. Aku memergoki mereka sedang berdoa bersama dan menyebut kekurangan dana, tapi aku lupa akhirnya bagaimana…

Karena aku ikut rombongan kak Ben dkk-nya yang senior2 yang tiba sehari lebih awal jadi aku dapat name tag, dan lucunya sewaktu perkenalan, aku ikutan dipanggil ‘kakak’ oleh para freshman hahaha pantas jadi mahasiwa rupanya aku saat itu…


Dulu itu kak Ben rajin membawakan warta atau majalah kecil gitu dari gerejanya, di mana kak Ben aktif menulis. Di situ ada kuis Alkitab, aku suka banget mengisinya terus kirim ke penyelenggara. Saat mendapat hadiah karena jawaban benarku terpilih, wahhh senang bangettt… hadiahnya masih kusimpan, lampu cantik kecil gitu…

Aku hari ini, sedikit banyak tertular virus dari ‘opa’ku itu, bukan virus covid lho, tapi virus semangat belajar. Ya aku suka belajar, walaupun gak pintar2 wkwkwk Aku melihat bagaimana dulu sebagai anak kampung dengan umur bukan anak sekolah, kak Ben dan juga kakaknya, om Jansen, harus sekolah malam (paket C gitu kali ya), lokasi sekolahnya di Gunung Sahari. Betapa mereka berjuang untuk sekolah di malam hari, sementara pagi hingga sore hari mereka bekerja, walau di rumah ada asisten, si bibi (duh jadi ingat si bibi) mereka tetap harus bekerja menjaga rumah besar 2 tingkat itu agar selalu kinclong. Setamat SMA, lalu kak Ben lanjut kuliah hukum di UKI, hingga hari ini beliau bisa menjadi Advokat, sungguh pencapaian yang luar biasa. Sementara kak Ben tetaplah kak Ben yang sederhana, rendah hati, supel, aktif di gereja, tapi sayang belakangan menutup diri hikss

Duh kangen berchatting ria euy, sepertinya terakhir bertemu sewaktu di KFC Kelapa Gading, aku meminta bertemu, malam-malam gitu dan panjang lebar kak Ben menasihatiku, karena niatku yang sudah bulat waktu itu untuk berpisah dengan misua. Kak Ben menceritakan tentang temannya yang jauh lebih menderita dariku, namun tetap memilih bersama hingga akhirnya suaminya bertobat dan mereka bersama kembali. Kalau saja kak Ben tahu ceritaku saat ini, kak Ben pasti akan senang sekali…


Bulan lalu sewaktu melayat om Jansen alm., berharap akan bertemu, tapi ternyata belum diijinkan Tuhan. Aku mendengar kalau kak Ben sakit, tapi tidak tahu sakit apa dan tidak ingin dijenguk. Apa kabarmu kak? Semoga kak Ben bertambah baik, juga kak Nani, semangat ya kak…

foto-foto : courtesy FB kak Ben

Tuhan Yesus, aku mohon kiranya kak Ben, Benyamin Datunugu, boleh mengalami kesembuhan dari sakit penyakitnya, namun apapun yang terjadi ya Tuhan, kiranya iman percaya kak Ben senantiasa melekat kepada-Mu, amin…

Leave a comment